Rabu, 23 November 2011

OH.....Pondokku................

Cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin adalah sebuah pengajian kecil di rumah Kyai Abdullah Faqih. Penguasaan Ilmu agamanya menjadi modal utama semangat mendirikan Pondok Pesantren, disamping itu dorongan para Kyai dan pemuka agama didaerah itu menjadi energi untuk mendirikan sebuah pesantren.

Berlokasi di Jalur pantura Gresik - Jawa Timur, kurang lebih 3 Km dari terminal Bunder (jalur utama Surabaya-Jakarta), atau 2 Km dari Pertigaan Desa Tenger Sukomulyo, pondok pesantren Mamba'us Sholihin berdiri di wilayah yang tergolong makmur secara ekonomi. Penduduk  sekitar pondok ini semula hanya berjumlah sekitar 80 orang. Dengan adanya pondok pesantren, ekonomi mulai menggeliat dan tumbuh dengan cepat. Karena secara ekonomis, keberadaan pondok dengan jumlah santri yang banyak sangat menguntungkan, terutama bagi para pedagang seperti pedagang sembako, kelontong, warung nasi, bahkan penjaja makanan keliling. Kondisi yang demikian menjadikan penduduk sekitar pondok banyak yang menjadi pedagang dan wirausaha, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan para santri.


Dalam kehidupan keagamaan, suasana religius kehidupan pesantren juga telah banyak mewarnai masyarakat sekitarnya. Hal ini selain karena telah tersedianya sarana dan prasarana keagamaan, seperti masjid, musala dan majlis taklim juga karena interaksi para ustadz dan santri dengan masyarakat yang sangat intens dan terjadi hampir setiap saat. Dengan demikian, kehidupan keagamaan masyarakat sekitar pesantren pun tampak demikian religius.

Pesantren yang dikelola oleh sebuah organisasi kelembagaan yang diberi nama Organisasi Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin (OSPPMS) ini sekarang telah menjadi pesantren modern, 2.934 orang santri menimba ilmu di pesantren ini. Mereka tersebar dalam berbagai jenjang pendidikan dari sejak pra sekolah (RA) hingga sekolah tinggi (STIT). Para santri tersebut berdatangan dari berbagai daerah. Mayoritas santri berasal dari Jatim, dan sisanya dari Jateng, Jabar, DKI Jakarta, Kalimantan dan Ambon. Dalam menuntut ilmu di pesantren ini, para santri dibimbing dan dibina oleh 205 orang ustadz dan ustadzah.


Pesantren juga menyelenggarakan pendidikan sekolah formal seperti: Raudlatul Athafal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Tinggi Islam Tarbiyah (STIT) yang merupakan cabang STIT I Raden Santri Gresik. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum Departemen Agama yang dipadu dengan kurikulum sendiri.


Selain itu pesantren juga tidak meninggalkan pendidikan kepesantrenan seperti lazimnya dengan menyelenggarakan pengajian kitab salaf (kitab kuning) seperti Fiqih Wadih, Aqidatul Islamiyah, Arba'in Nawawi, Tuhfatul Athfal, Goyah Wattanhib, Fausyekh Ibnu Qosim, Iqna dan Shoheh Muslim.

Untuk membekali santri juga diadakan pendidikan ekstrakurikuler pesantren berupa muhadloroh dengan empat bahasa (bahasa Arab, Inggris, Indonesia dan Jawa), kursus bahasa Arab dan Inggris. (Slamet Riyanto)

Data Pondok Pesantren:

Nama                  : Pondok Pesantren Mambaus Solihin
Alamat:               :Jl. KH. Safii No. 7
Kelurahan           : Kel. Suci
Kecamatan        :Kec. Manyar
Kabupaten/Kota:Kab. Gresik
Propinsi              : Jawa Timur
No. Telpon           :031-3950753

Serunya..... Belajar Blog dengan Santri Indigo

Gemuruh tepuk tangan membahana di salaha satu mushola yang telah disulap menjadi sebuah gedung pelatihan di pondok pesantren Mambaus sholihin,saat salah satu peserta memimpin yel yel yang memberi semangat kepada peserta lain dengan lantang dia bersorak santri.......kemudian di ikuti oleh peserta lain yang meneriakkan Go.go.go............
dua hari berturut turut pelatihan yang diberi nama SANTRI INDIGO ataskerja sama dari Telkom dan harian Republika .pelatihan yang diikuti oleh 110 peserta itu yang berasal dari beberapa kecamatan se gresik . pelatihan ini membidik santri santri pesantren di seluruh gresik dengan target agar santri tidak gaptek dengan teknologi dan dapat memperluas sarana dakwah via online.

PENULISAN NASKAH UNTUK RADIO

PENULISAN NASKAH UNTUK RADIO

A.    PENGANTAR
Memasuki arena penulisan naskah radio, berarti memasuki sebuah dunia yang memadukan kemampuan “Wawasan” dan “Keterampilan” secara seimbang. Sama seperti tuntutan media cetak dan televisi, penulisan di medium radio siaran juga mempunyai beberapa spesifikasi. Memang ada hal-hal yang berlaku global dan berlaku di semua format media massa. Tapi tak terpungkiri, tetap ada hal-hal yang spesifik dan membutuhkan pemahaman secara khusus. Baik wawasan maupun keterampilan.
Berbicara tentang radio siaran, berarti kita bicara sebuah medium untuk massa yang hanya mengeluarkan suara. Spesifikasi ini mempunyai beberapa akibat dan konsekuensi alamiah yang harus dihayati setiap orang yang berkecimpung di dalamnya. Yaitu bagaimana radio ditajamkan ke penulisan naskah untuk radio. Tuntutan dan rambu-rambunya terasa lebih rumit. Karena penanganan produksinya juga menuntut pemahanan atas spesifikasi produksi radio. Selain itu penulisan di radio juga tidak lepas dari disiplin ilmu lainnya. Karena itu dalam pengajaran tentang “Penulisan Naskah Di Radio” dilaksanakan secara bertahap, termasuk mempelajari materi-materi pendukung untuk mencapai penulisan yang baik di radio. Seperti :
-          Karakter Medium Radio
-          5 Prinsip Menulis Untuk Radio
-          Menulis Untuk Telinga
-          Menulis Singkatan, Nama, Gelar dan Angka
-          Tanda Baca dan Tanda Kutip
-          Bimbingan Ejaan Fonetik

B.     HUBUNGAN PENULISAN DAN KARAKTERISTIK
Pemahaman karakteristik medium radio, merupakan pengetahuan awal sebelum seorang penulis naskah melatih kemampuan menulisnya sesuai syarat-syarat radio sebagai medium “Auditif”.
Apa hubungan antara pemahaman karakteristik radio dengan penulisan naskah ?
  1. Karateristik radio siaran memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Penting bagi penulis naskah mengetahui dimana letak kekuatan dan kelemahannya, karena menjadi rambu untuk penulisan. Misalnya, penulis akan tahu tabu-tabu dalam penulisan. Misalnya, penulis akan tahu apa yang harus diprioritaskan dengan memahami kekuatan karakter radio.

  1. Dengan memahami karakteristik radio, penulis naskah dapat menentukan cara pendekatan terhadap khalayak pendengar. Sehingga informasi yang disampaikan tepat pada sasaran seperti yang diharapkan.

  1. Secara global, penulisan yang tepat sesuai karakteritik, radio akan menempatkan radio sebagai medium yang memiliki karakter khusus, dan punya kedudukan yang sama dengan media cetak dan TV, dalam peran informasi, edukasi dan hiburannya.

Mengurai karakteristik medium radio, berarti harus mengupas “Kekuatan” dan “Kelemahan”. Meski bagian ini tidak membandingkan langsung karakter Radio dengan Media Cetak dan Televisi, tapi dari beberapa butir “Kekuatan”  dan “Kelemahan” dapat ditengarai perbandingan tersebut sebagai upaya membuat  tulisan yang sesuai dengan tuntutan model produksi siaran dan kemudahan bagi pendengar radio menyerap pesan yang disiarkan.

Mengamati “Kekuatan” dan “Kelemahan” Radio, ada banyak sumber dan referensi yang menjelaskan hal tersebut. Tapi dari sekian banyak sumber tersebut, dapat dirangkum sebagai berikut

C.    KEKUATAN
a.      Menjaga Mobilitas
Radio tetap menjaga mobilitas pendengar tetap tinggi. Dia dapat didengar tanpa harus menghentikan aktifitas. Misalnya, sambil mengemudikan kendaraan, belajar, bekerja dan sebagainya. Keberadaan radio dalam setiap kesempatan dirasakan tidak menggangu. Tantangannya, bagaimana dalam mobilitas pendengar yang tinggi, tulisan naskah yang disiarkan mampu memikat  dan sampai hanya dalam sekali ucap.

b.      Sumber Informasi Tercepat
Ada yang menyebut radio dengan – Radio is The “Now” medium-. Pengertian “Now” di sini adalah kesegeraannya. Dibandingkan media Cetak dan Televisi, radio selain lebih murah dalam proses operasionalnya, dimungkinkan untuk menyebarkan informasi seketika. Contoh, apa yang sedang terjadi saat ini, maka saat ini pula radio dapat menyampaikan ke khalayak pendengar, langsung dari lokasi kejadian berupa “Reportase”. Tentu saja modal reportase seperti ini sulit  dilakukan Media Cetak karena harus melalui proses mencetak. Kalaupun TV bisa melakukannya, biaya operasionalnyan relatif mahal ketimbang radio. Memenuhi tuntutan kecepatan ini bagaimana penulis naskah mampu menulis dengan cepat agar dengan cepat pula disiarkan.

c.       Auditif
Meski produksi radio hanya suara, bukan visual seperti Media Cetak atau “visual bergerak” seperti Televisi, tetap dianggap sebagai keunggulan. Alasannya, proses operasional relatif lebih mudah, biaya operasional juga lebih murah dan komunikasi dengan suara punya kelebihan dalam pendekatan dengan khalayak pendengar. Tantangannya, bisakah fakta-fakta visual ditransformasikan ke dalam tulisan untuk dibunyikan menjadi hanya suara?

d.      Menciptakan “Theatre of Mind”
Di atas sudah dijabarkan produksi radio berupa suara. Keuntungan lain dari penampilan suara, tanpa gambar, justru menciptakan “ imajinasi” yang sering menggoda rasa penasaran khalayak pendengar. Misalnya, ketika mendengar suara penyiar, maka di benak pendengar akan muncul imajinasi tentang sosok sang penyiar sesuai dengan batasan fantasinya sendiri dengan mengolah karakter suara penyiar tersebut.

Kekuatan imajinasi sering juga diistilahkan dengan “Theatre of Mind”. Dimana dengan warna bunyi tertentu, intonasi dan aksentuasi dalam teknik “Announcing” sudah mampu membawa imajinas khalayak pendengar untuk mengidentifikasi suasana dan situasi berdasarkan suara tadi. Padahal belum tentu identifikasi itu sama persis dengan kenyataan. Imajinasi berdasarkan suara tidak mungkin dicapai lewat media cetak, atau televisi yang sudah gamblang menayangkan gambar. Tantangan penulis naskah, bagaimana mampu membuat tulisan yang menggugah imajinasi pendengar melalui pilihan kosa kata dan kalimat yang mengandung “rasa bahasa” dan “imajinasi” yang kuat.

e.       Komunikasi Personal
Sifat radio dengan komunikasi personalnya, sangat menguntungkan untuk menciptakan keakraban antara media dengan khalayak. Sehingga ikatan kebutuhan dan ketergantungan satu dengan yang lain jadi kuat. Tantangan penulis naskah, mampukah naskahnya mengesankan pendekatan komunikasi personal sebagaimana layaknya kekuatan surat pribadi yang ditujukan kepada pribadi tertentu.

f.       Murah
Tidak dapat disangkal, dibandingkan media cetak dan televisi, radio merupakan medium komunikasi massa yang murah dalam beberapa hal. Seperti :
-          Biaya penyelenggaraan siaran yang relatif murah dibandingkan koran dan TV
-          Radio penerima juga relatif murah, terutama sesudah era transistor. Sehingga dimungkinkan produksi radio berukuran saku dan dapat dibawa kemanapun.
-          Murah, karena khalayak pendengar pada umumnya tidak perlu membayar untuk mendengarkan radio. Beda dengan media cetak yang harus dibeli.
Tantangan penulis naskah, bagaimana dapat membuat proses dan produksi naskah siaran tidak terkesan rumit dan justru menjadi masalah bagi radio karena biayanya lebih mahal dibandingkan biaya operasional siaran sendiri.

g.      Bersifat “Mass Distributor”
Radio memiliki kekuatan sebagai distributor informasi, edukasi dan hiburan yang simultan. Dia bisa dinikmati sejumlah pendengar sekaligus. Bandingkan media cetak yang hanya nikmat dibaca satu orang saja dalam kesempatan yang sama. Karena itu radio menjadi efektif untuk raih khalayak pendengar. Tantangan penulis naskah, mampukah dia mengetengahkan hal-hal yang menyentuh nilai universal dan melayani kebutuhan mayoritas pendengar.

h.      Format dan Segmentasi Tajam
Dalam perkembangan keradioan modern, kecenderungan sebuah radio harus menajamkan “Format” dan “Segmentasi Pendengar” semakin menjadi keharusan. Konsep radio melayani seluruh lapisan sosial masyarakat dan mengudarakan segala macam format siaran dianggap sudah kuno dan mustahil meraup khalayak pendengar secara maksimal. Apalagi dalam rangka memenangkan kompetisi antar radio yang jumlahnya makin besar, hanya ketajaman “Format-Segmentasi” inilah yang bisa jadi jalan keluar. Keuntungan lain penajaman ini, radio mudah membentuk citra diri. Sehingga identitasnya mudah ditengarai khalayak pendengar. Dan memberi pilihan beragam pada pendengar. Termasuk tantangan bagi penulis naskah untuk menciptakan komuniksi naskah yang “segmented” dan komunikatif sesuai kebutuhan segmentasi tersebut.

i.        Daya Jangkau Luas
Dalam hal distribusi produksi, radio punya keunggulan untuk meraih areal sasaran yang luas. Teknologinya dimungkinkan untuk mengatasi hambatan-hambatan geografis, cuaca dan sistim distribusinya. Dibandingkan media cetak, proses distribusi siaran radio terasa lebih unggul. Bisakan keserempakan seperti ini dimanfaatkan penulis naskah melalui tulisan yang juta serempat dimengerti pendengar ketika disiarkan.

j.        Menyentuh Kepentingan Lokal dan Regional
Meski siaran radio memungkinkan mencapai radius yang luas, seperti melintasi samudra dan benua, tapi umumnya siaran radio bersifat lokal dan regional saja. Keuntungannya, radio bisa mengidentifikasikan kebutuhan khalayak pendengar secara jelas dan pasti. Paling tidak kebutuhan mengetahui situasi dan kondisi lokal  dan regionalnya. Pelayanan untuk hal-hal diluar itu sering terbentur pada masalah khalayak pendengar yang merasa tidak butuh, karena tidak punya kepentingan. Kecuali bila naskah siaran mampu menjembataninya dengan tepat.
D.    KELEMAHAN
a.      Hanya Suara
Meski suara dalam butir “Keunggulan” punya kharisma besar, dalam beberapa hal kemampuan radio yang hanya mengeluarkan suara merupakan kelemahan. Suara tidak mampu menjelaskan gambar, grafik data, dan atau hal-hal teknis tanpa menimbulkan salah paham. Bandingkan dengan televisi dan media cetak, yang sangat mudah menjelaskan sesuatu dengan bantuan gambar, data atau petunjuk instruksional. Dalam beberapa hal, gambar lebih mampu mengkonsumsikan sesuatu ketimbang rangkain kata dan kalimat sebanyak apapun. Mampukah penulis naskah menemukan hal-hal yang mungkin ditulisnya dan hal-hal yang justru harus melalui gambar.

b.      Selintas
Kelemahan menonjol dari produksi radio yang hanya suara, adalah sifat selintasnya. Artinya, semua suara tersebut tidak terdokumentasi khalayak pendengar. Beda dengan media cetak yang tertulis dan tercetak. Sehingga dalam kesempatan apapun pembaca dapat mengulang atau menunda membaca informasinya. Beda dentgan radio yang mau tak mau harus pada saat materi diudarakan itulah khalayak pendengar dipaksa mendengarkan. Selain itu khalayak pendengar tidak bisa minta materi diulang apabila ada sesuatu yang tidak jelas. Penting bagi penulis naskah menyadari, setiap kata dan kalimatnya harus mampu mengalihkan perhatian pendengar ke siaran radio dan mengerti pesan yang disampaikan hanya dengan sekali pengudaraan.

c.       Anti Detil
Akibat dari kelemahan “Hanya Auditif” dan “Selintas”, radio tidak mungkin menyajikan sesuatu secara detil. Contoh, apa yang terjadi kalau radio menyiarkan jejeran angka, atau menjelaskan hal-hal yang sangat teknis ? Pasti khalayak pendengar merasakan lelah dan tak sanggup menyerap semua itu. Tapi pengertian “Anti Detil” bukan berarti radio tidak bisa menyajidkan sesuatu secara “Depth”. Karena di radio dimungkinkan untuk menyajikan sesuatu dari tinjauan analisa prediksi atau ulasan latar belakang. Penulis naskah harus belajar bagaimana membuat tulisan yang tidak terjebak ke paparan detil yang sulit diingat pendengar, kecuali dengan membacanya.

5 PRINSIP MENULIS UNTUK RADIO

  1. Untuk Bicara
Segala sesuatu yang diproduksi oleh radio, elemen utamanya adalah suara. Jadi apapun sumber dan wujud materi siaran radio, muaranya selalu berupa presentasi suara, bukan gambar. Karena itu karakter komunikasinya terbatas pada “Komunikasi Lisan” atau “Komunikasi Tutur”. Dengan demikian bisa disimpulkan, seluruh materi tertulis yang akan disiarkan harus memenuhi tuntutan penampilan auditif. Jadi, konsep penulisannya pun harus bertolak dari naskah bercorak “Bicara” bukan “Tulis”. Karena itu hindari penulisan naskah radio yang modelnya “Literatur Tertulis”. Dianjurkan juga, untuk menggunakan kalimat dan kata yang mudah dimengerti, yaitu yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.

  1. Komunikasi Langsung
Konsekuensi dari tuntutan tulisan untuk “Bicara”, maka alur penulisan di radio harus bersifat langsung. Pengertian langsung di sini, segera menuju pokok permasalahan. Alur yang berbelit-belit sangat tidak menguntungkan untuk radio. Khalayak pendengar akan merasa gerakan komunikasi jadi lamban dan tidak menarik. Apalagi karakteristik medium radio punya keampuhan karena komunikasi yang dimungkinkan akrab, berupa suara. Karena itu kesegaran menjadi kunci utama penulisan naskah radio.

  1. Individu ke individu
Pola komunikasi radio siaran adalah hubungan antar individu, meskipun pelaksanaan siaran radio ditujukan kepada orang banyak secara serentak. Tapi karena tampilan auditifnya membuat radio bercitra medium komunikasi  personal. Terasa komunikasi penyiar, Newscaster, Reporter dengan khalayak pendengar menjadi komunikasi langsung antar individu Komunikator dan Komunikan.

Akibatnya, penulisan naskah radio harus juga mempertimbangkan pola komunikasi individu ke individu ini. Tulisan yang tidak beratmosfir komunikasi antar individu, pasti tidak cocok untuk radio. Karena tidak tercipta “sambung rasa”nya.

Maka untuk mencapai keakraban komunikasi personal ini,
a.       Hindari bentuk tulisan sepertin pidato tertulis. Karena menulis di radio memang bukan  “Orasi Spektakuler”
b.      Bunyi tulisan harus membentuk suasana “informal”
c.       Tulisan harus mengesankan suasana yang bersahabat. Untuk itu jangan ada kalimat-kalimat yang “Birokratis”
d.      Tulisan yang komunikatif secara personal, bukan berarti harus bertele-tele berputar atau menghamburkan kata dan kalimat. Tuntutan untuk tetap ringkas dan padat harus dipenuhi

  1. Sekali Ucap, Langsung Dimengerti
Ingat, “Selintas” adalah salah satu kelemahan karakter radio. Karena itu sudah bisa dibayangkan, apabila penyampaian pesan tidak jelas ditangkap khalayak pendengar dalam sekali ucap, maka pesan tidak akan sampai untuk selamanya. Apalagi penyampaian pesan di radio tidak mungkin diminta mengulang oleh khalayak pendengar, ketika pesan yang disampaikan tadi tidak jelas. Untuk itu kunci yang harus dihayati penulis naskah di radio.



CLARITY HAS TOP PRIORITY
 
 



Untuk mencapai tulisan yang sekali ucap langsung dimengerti,
a.       Rumuskan kalimat dan penyataan secara sederhana. Apabila anda menyampaikan ide anda dengan kalimat yang sulit dicerna, dikuatirkan kalimat berikutnya sudah tidak dapat ditangkap khalayak pendengar, karena sedang sibuk memikirkan kalimat yang tidak jelas tadi
b.      Kalau informasi harus disajikan dalam kalimat yang panjang, jangan paksakan diri untuk menjelaskannya dalam kalimat yang panjang. Dianjurkan untuk menjabarkan informasi tadi dalam beberapa kalimat. Misalnya menjadi 2 atau 3 kalimat.
c.       Untuk menghindarkan kalimat yang panjang, biasakanlah untuk tidak menjejalkan seluruh data di satu kalimat. Pemecahannya bisa dirumuskan dengan



SATU IDE SATU KALIMAT
 
 




  1. Radio Hanya Suara
Sudah berulang kali dijelaskan, produk radio hanya suara. Karena itu, elemen kata dan kalimat dengan merupakan “Jembatan” antara penulis naskah dengan khalayak pendengar. Kata dan kalimat menjadi alat utama dalam komunikasi di radio. Karena produksi radio hanya suara, maka gangguan –gangguan dalam proses penyerapan suara tadi juga besar. Malah lebih besar dari karakter media cetak.

Kelemahan karakteristik suara dan gangguan dalam proses komunikasinya, bisa diperkecil dengan
a.       Gunakan kata – kata yang tepat dan mengandung arti kongkrit
b.      Hindari hal-hal yang abstrak dan sulit dilukiskan dengan kata-kata
c.       Jangan gunakan kata-kata yang bunyinya saling berbenturan. Perkaya dengan kata-kata lain atau kata yang padanannya sama. Contoh :
-          Bangunan itu dibangun oleh perusahaan bangunan lokal
-          Gedung itu dibangun developer lokal
d.      Hati-hati dengan hal-hal yang bunyinya hampir sama, tapi beda arti. Contoh :
-          ­Ronde dalam pertandingan tinju
-          Ronde dalam arti jenis minuman


MENULIS UNTUK TELINGA

Sesudah anda memahami karakteristik medium radio, termasuk kelebihan dan kekurangannya, maka rumusan penulisan untuk radio bermuara pada produk yang auditif. Tepatnya, penulisan di radio diarahkan untuk konsumsi telinga. Bukan untuk mata seperti konsep penulisan di media cetak.

Karena buka untuk konsumsi mata, atau dibaca, maka filosofi penulisan di radio berbunyi, “Tulis seperti apa yang hendak anda bicarakan”. Atau “Tulis seperti apa yang hendak didengar”. Pola ini populer dengan rumusan




WRITE THE WAY YOU TALK
 
 



Jadi apa yang hendak anda katakan itulah yang muncul berupa tulisan di naskah, tentu saja tidak sama persis seperti cara dan gaya anda berbicara sehari-hari, tetapi sudah melalui tahap pemolesan bahasa Indonesia yang menuntut “Baik” dan “Benar”.

4 TAHAP PENULISAN BERTUTUR


Untuk memudahkan penulisan gaya auditif, gunakan langkah-langkah
1.      PIKIRKAN
Dalam tahap ini, penulis harus membaca dulu dan memahami apa yang hendak ditulis. Baik materi yang hendak ditulis ulang (rewrite) maupun materi yang didapat waktu meliput di lapangan. Pada tahap ini penulis harus memilih topik apa yang akan jadi inti informasinya. Bersamaan dengan itu, ditentukan juga dampak apa yang hendak dicapai tulisan tersebut terhadap khalayak pendengar. Penetapan topik dan dampak penting, karena keduanya merupakan kerangka utama alur penulisan. Semakin tajam topik yang dipilih, semakin mudah khalayak pendengar menangkap kehendak penulis. Sebaliknya, makin lebar topik yang dipilih, maka penulis membuat khalayak pendengar semakin tidak bisa menangkap maksud tulisan yang disiarkan.

2.      PERKATAAN
Sesudah tahap pertama selesai, yaitu menentukan topik, dampak dan menghimpun data yang dianggap penting unuk memperkuat tulisan, penulis dengan bersuara kemudian menceritakan tentang hal yang hendak ditulisnya. Dalam keadaan ini seakan-akan penulis tengah berhadapan dengan seseorang. Tahap ini sebenarnya merupakan proses bagi penulis untuk membuat tulisannya mencapai kondisi “bertutur”, sebagai tuntutan karya tulis untuk konsumsi telinga. Apabila penulis tidak melaksanakan tahap “Perkatakan” ini, sudah bisa dipastikan tulisannya berbelok menjadi naskah tulisan untuk kebutuhan mata, bukan telinga.

3.      TULIS
Sesudah tahap “Perkataan” maka sekarang giliran penulis untuk menulis apa yang diperkatakan tadi. Jadi apa yang diceritakan kepada seseorang secara imajinatif tadi, secara lengkap dijadikan tulisan. Mudahnya, apa yang diceritakan dengan suara keras tadi, sekarang diubah menjadi tulisan tanpa perubahan apapun. Sehingga kalau kita baca ulang hasil tulisan ini, kesan dan isinya sama dengan apa yang diperkatakan tadi. Juga bunyi tulisan itu sama seperti orang yang sedang berbincang-bincang.

4.      PERBAIKAN
Tahap ini merupakan langkah akhir untuk membawa naskah ke ruang siaran. Sesudah apa yang diperkatakan tadi ditulis apa adanya, giliran penulis untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Terutama perbaikan di bahasa. Karena tulisan hasil perkataan tadi yang bunyinya sama dengan percakapan sehari-hari, boleh jadi memuat kata-kata yang tidak lazim di umum. Seperti istilah, siang dan ungkapan yang hanya dimengerti segelintir orang di sekitar kita, dimana gaya percakapan itu dipakai. Karena itu pada tahap ini, penulis punya kesempatan mengubah kata-kata yang ditengarai tidak akan dimengerti khalayak pendengar. Sekaligus berupaya menampilkan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Apabila ke 4 tahap ini sudah dilakukan penulis naskah, dijamin karya tulis yang dibacakan untuk siaran radio, mencapai konsep karya yang auditif. Jadi waktu naskah itu dibacakan oleh penyiar, reporter, atau “newscaster”, kesan akrab, dan personal serta merta bisa dirasakan khalayak pendengar. Dan yang lebih penting, membaca naskah. Tapi lebih terkesan seperti sedang menceritakan sesuatu dengan spontan. Padahal apa yang disampaikan itu semuanya tertulis dalam naskah.

Kesan “tanpa naskah” dan seperti “sedang bercerita” spontan merupakan keungguilan radio yang harus dipenuhi penulis naskah. Penulisan semacam ini juga akan mencapai target tulisan yang “mengalir”. Hal semacam ini tidak mungkin dilakukan di media cetak, dengan pertimbangan kolom dan halaman yang terbatas. Sehingga gaya tulisan di media cetak cenderung lebih pendek, lebih kaku dan kalau dibaca dengan suara keras tidak enak karena tidak mengalir.

 


BIMBINGAN EJAAN FONETIK


Tugas penulis naskah ternyata tidak cuma menulis naskah, lantas merasa selesai waktu sudah diserahkan ke pembaca. Masih ada satu tugas penting lainnya, yaitu membantu dan memudahkan pembaca naskah dengan memberikan bimbingan “Ejaan Fonetik” pada kata-kata yang sulit dan belum dikenal. Bentuknya berupa tulisan cara membaca kata-kata sulit tersebut.

1.      PELAKSANAANNYA
a.       Tulis cara membaca kata sulit dalam tanda kurung, dibelakang kata sulit itu.
Misal : GUANTANAMA (GWAHN-TAH-NAH-MOH)
RIO DE JANEIRO (RIYO-DE-HENEIROU)
    1. Untuk kemudahan, tulis cara membaca kata sulit dalam huruf besar atau kapital.
    2. Tulis bimbingan ejaan itu sesuai bunyi ucapan yang sesungguhnya. Sehigga siapapun yang membaca kata sulit itu tidak mendapat masalah
    3. Garis bawahi bagian-bagian kata yang perlu ditekan pengucapannya
    4. Patokan yang digunakan radio siaran untuk bimbingan ejaan fonetik, adalah sistem teleks kantor berita Associated Press

2.      KENDALA
Banyak kendala yang mungkin terjadi ketika penulis naskah harus memberi bimbingan ejaan fonentik. Boleh jadi dia sendiri belum pernah mendengar kata sulit itu, apalagi kemudian harus mengeja dan membacanya. Berikut ini beberapa jalan keluar.
a.       Gunakan kamus yang mencantumkan keterangan cara membaca
b.      Hubungi beberapa sumber yang bisa dipertanggung jawabkan, untuk mengetahui cara mengeja dan membaca dengan benar. Seperti kantor kedutaan, konsulat, pusat kebudayaan atau perwakilan asing dari mana kata sukar itu berasal. Sumber lainnya bisa menghubungi ahli bahasa.
Penting untuk dihayati, pengucapan yang benar merupakan tanggung jawab semua pihak, mulai dari penulis naskah, pembaca hingga lembaga radio dalam kaitan dengan citra. Karena cara membaca yang benar, mencerminkan tuntutan akurasi yang harus diterapkan. Apalagi yang menyangkut nama, dijamin tidak satupun bersedia disebut bukan seperti seharusnya. Karena itu biasakanlah untuk selalu mengkonfirmasikan ke sumber yang tepat. Mereka-reka dan menyebut dengan asal-asalan, menggambarkan kebijakan lembaga radio yang tidak teliti, cermat dan bersungguh-sungguh.

 

MENULIS SINGKATAN, NAMA, GELAR, DAN ANGKA


1.      SINGKATAN DAN PENULISAN SINGKATAN
Ingat, produksi auditif radio siaran punya banyak kelemahan. Salah satunya mengenai singkatan-singkatan. Masalah yang sering timbul dalam penulisan singkatan.
a.       Apakah singkatan yang diudarakan itu sudah dikenal khalayak pendengar atau belum
b.      Kalau singkatan tersebut dibaca, apakah ada kata-kata yang bunyinya serupa tapi punya makna atau arti yang berbeda
c.       Lebih penting mana, memilih singkatan supaya lebih ringkas tapi dengan resiko tidak dimengerti, atau lebih baik dipanjangkan tapi jelas tertangkap maksudnya meski butuh waktu yang lebih panjang

PENULISAN SINGKATAN

a.       Prinsip awal ketika penulis naskah menghadapi singkatan, tulis kepanjangannya.
Jangan memberi kesempatan singkatan tampil
b.      Peluang singkatan hanya dimungkinkan untuk yang sudah sangat lazim. Dengan dugaan, semua orang pasti kenal singkatan tersebut.
Misal : Ir (Insinyur), dr (Dokter) , Prof (Professor)
c.       Untuk nama organisasi, lembaga dan institusi, sebaiknya di awal dibaca lengkap dulu baru kemudian dibaca “Designasi Alfabetis”nya.
Misal : Perserikatan Bangsa-bangsa atau P-B-B
Golongan Karya atau Golkar
d.      Jangan singkat nama negara, negara bagian, propinsi, bulan, hari, hari-hari besar, gelar militer, pemerintahan dan keagamaan, dan sebagainya
Misal : US atau USA untuk Amerika Serikat
OH untuk Ohio
X’MAS untuk Christmas
JR atau SR untuk Junior atau Senior
e.       Jangan pakai simbol sebagai pengganti kata
Misal : & untuk DAN
            #  untuk NOMOR/URUTAN
f.       Dalam penulisan pisahkan huruf-huruf yang digunakan dalam singkatan atau designasi alfabetis dengan tanda penghubung (-) waktu setiap huruf disebutkan
Misal : Partai Demokrasi Indonesia dengan P-D-I
Partai Persatuan Pembagunan dengan P-P-P
g.      Untuk penulisan singkatan yang menjadi satu kata, maka penulisannya harus disatukan, tidak dipisahkan tanda penghubung
Misal : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)    
Asuransi Tenaga Kerja dengan ASTEK
2.      NAMA DAN GELAR
Hal yang sering dilupakan atau tidak diperhatikan penulis naskah adalah Nama dan  Gelar seseorang. Kecermatan untuk dua hal ini sering dijadikan ukuran untuk menilai profesionalisme penulis naskah. Penulisan yang salah, sehingga menjadi salah baca atau salah penguapan, sering menggangu khalayak pendengar, kalau tidak mengganggu yang empunya nama dan gelar tersebut.

3.      PENULISAN NAMA
a.       Hindarkan penulisan nama orang di awal naskah. Karena dalam keadaan itu, khalayak pendengar belum siap betul mencerna informasi yang disampaikan. Sehingga sering nama kemudian tidak tertangkap khalayak.
b.      Tulis nama lengkap dan gelarnya untuk orang yang belum dikenal
c.       Sebaliknya, tidak perlu menulis gelar dan nama lengkap untuk seseorang yang sudah sangat terkenal. Karena penulisan nama lengkap dan gelarnya menjadi mubasir, ketika semua orang sudah tahu hal itu.
d.      Tentang pencantuman gelar, kalau memang diperlukan maka tulislah gelar di muka nama. Bukan sebaliknya.
e.       Penulisan pencantuman gelar sebaiknya untukn gelar yang berlaku umum di masyarakat. Karena pada beberapa institusi dan organisasi profesi, anggotanya memiliki gelar yang hanya berlaku internal dan untuk kelompok itu saja. Dalam hal semacam ini, penulisan gelar tidak dibutuhkan karena khayak pendengar juga tidak dimengerti.
Misal : Dunia Fotografi, Organisasi Sosial
f.       Menyangkut nama seseorang yang terdiri dari beberapa kata, cukup ditulis nama yang biasa dipakai untuk memanggilnya. Dan selanjutnya nama tersebut disambung dengan nama keluarga. Mengenai nama tengah tidak perlu ditulis.

4.      ANGKA
Penulisan angka merupakan bagian yang sangat rumit. Apalagi dalam karakteristik medium radio sudah dibahas, salah satu kelemahan radio adalah ‘Anti Detil” sementara angka selalu menampilkan sifat detilnya. Tapi karena angka-angka itu disiarkan lewat radio siaran, diperlukan strategi khusus untuk bisa dipahami khalayak pendengar.
a.       Penulisan angka hanya dibutuhkan untuk angka yang perlu-perlu saja
b.      Tidak direkomendasikan menulis daftar angka atau urutan angka
Misal : Daftar harga, Daftar anggaran proyek
c.       Untuk angka yang besar dan terinci, buat pembulatannya. Pembulatan ini merupakan usaha penyederhanaan, supaya teliga bisa bisa menangkapnya. Untuk itu bisa menggunakan kata-kata seperti “sekitar”, “kurang lebih”, “hampir”, “sedikitnya”, “lebih dari”, “sebanyak” dan sebagainya
Misal : Rp.     3.122.555.890,-     (lebih dari Rp. 3,1 Milyar)
            Rp.       156.775.289,-     (Sekitar 156 juta orang)
d.      Untuk angka yang lebih dari 3 desimal, bisa ditulis dengan angka itu, bukan ejaan. Misal : angka 0 sampai 999
e.       Untuk angka yang lebih dari 3 desimal, maka penulisannya sudah harus dieja. Karena tulisan angka yang besar dan panjang menyulitkan pembaca naskah
Misal : 120.000.000   menjadi (Satu Koma Dua Juta)
                      10.000   menjadi (Sepuluh Ribu atau 10 Ribu)
f.       Eja setiap angka pecahan
Misal : ¾ menjadi (Tiga Perempat), 1,2 menjadi (Satu Koma Dua)
g.      Mengenai keterangan uang jangan gunakan simbol-simbol
Misal : $ untuk (Dollar)
h.      Untuk menyebutkan prosentase jangan menulis tanda (%)
Misal : 5% menjadi (Lima Persen)
i.        Gunakan awal “ke” di depan angka yang akan dibacakan menunjukkan bilangan urutan.
Misal : Ulang Tahun X menjadi (Ulang Tahun ke 10)

TANDA BACA DAN TANDA KUTIP

Dalam penulisan naskah radio ada elemen-elemen lain yang dibutuhkan di luar penulisan itu sendiri. Yaitu “tanda baca” dan “tanda kutip”. Banyak penulis naskah radio yang mengabaikan kegunaan kedua hal ini. Padahal aksentuasi produksi auditif juga ditentukan oleh penempatan tanda-tanda tersebut.

1.  TANDA BACA
Dalam penulisan naskah peran tanda baca sangat penting. Karena tanda baca adalah rambu-rambu, dimana kita berhenti, berhenti sebentar, menggunakan nada tanya, nada seru dan sebagainya. Bagaimana spesifikasi penggunaanya di radio ?
Khusus untuk radio siaran terdapat beberapa ketentuan penggunaan tanda-tanda baca, tapi tidak ada yang sangat baku. Untuk itu bisa kita bagi menjadi,
a.      Tanda Baca Tradisional
Yaitu menggunakan tanda-tanda baca yang berlaku umum selama ini. Seperti titik (.), koma (,), tanda tanya (?), kolon (:) dan sebagainya


b.      Tanda Baca Khusus
Yaitu menggunakan tanda-tanda baca khusus, yang dibuat berdasarkan kesepakatan. Artinya tidak bersifat baku, dan bisa hanya berlaku di kalangan tertentu saja.
Misal :       Garis miring satu (/) sebagai KOMA
Garis miring dua (//) sebagai TITIK
Garis miring tiga (///) sebagai AKHIR NASKAH
Garis bawah (_) sebagai PENEKANAN NASKAH
Deretan titik (…) sebagai ISYARAT STOP SEJENAK

2.      TANDA KUTIP
Pengutipan dan pemakaian tanda kutip sering dijumpai dalam penulisan naskah media cetak. Tanda kutip sering digunakan untuk memagari pernyataan nara sumber. Pemakaian ini terasa sangat dibutuhkan media cetak, untuk memberi gambaran keadaan dan fakta. Tetapi lain di radio, penggunaan tanda kutip tidak sebebas dan semaksimal media cetak.
Alasan-alasannya,
a.       Naskah di radio bukan untuk dibaca, tapi untuk diperkatakan atau dituturkan. Maka untuk kutipan-kutipan dengan tanda kutip sering sulit untuk diekspresikan suara. Masalahnya, apakah kutipan itu kalau disuarakan langsung apakah bisa seekspresif yang empunya kutipan. Apa tidak mungkin terjadi bias fakta kerena ekspresi yang beda antara pembaca dan kutipan sumber ?
b.      Dikuatirkan, pemakaian simbol-simbol tanda kutip (“........”) mendorong pembaca naskah terjerumus kesalahan dan kutipan sumber ?
c.       Secara auditif sulit untuk menandai kapan kutipan berakhir. Apakah kalimat setelah kutipan itu masih termasuk kutipan, ataukah sudah muk kalimat baru.dalam hal ini lebih jelas media cetak.
Anjuran,
a.       Untuk menghindari masalah seperti yang dipaparkan diatas, dianjurkan kepada penulis naskah radio, berusaha menjadikan pernyataan-pernyataan langsung tadi menjadi kutipan  “tidak langsung”. Dimana bentuk kalimatnya menjadi menerangkan. Sehingga dimungkinlah menyederhanakan pernyataan langsung tadi dengan hanya mengutip esensinya saja.
b.      Ketika melaksanakan penyederhanaan pernyataan, harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Tujuannya supaya tidak terjadi pergeseran makna pernyataan, apalagi mengubah maksud isi pernyataan.




 
PENULISAN NASKAH UNTUK RADIO
Radio harus diubah dari alat distribusi menjadi sistem komunikasi. Radio menjadi alat komunikasi kehidupan masyarakat yang paling  besar yang dapat dipikirkan, Sistem saluran yang besar. Artinya radio bertugas tak hanya mengirim/menyiarkan tetapi juga menerima. Ini mengundang implikasi  bahwa radio akan membuat pendengar tak hanya mendengar tapi juga berbicara dan tidak membuat pendengar terisolasi tetapi menghubungkannya dengan proses perubahan negara dan masyarakat. (Bertolt Brecht, 1932)

                                    



Oleh: Hamdar Damang






 

Hadist nikah,

السلا م عليكم ورحمة الله وبر كا ته

اَلْحْمْدُ لله الّذى سَنَّ لِعِبَادِهِ النِّكَاحَ. وَنَهَا هُمْ عَنِ السِّفَا حِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْقَائِلْ : تَنَا كَحُوْا وَتَنَاسَلُوْا فَإِنِّى مُكَاثِرُ بِكُمُ اْلاُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ فَلاَ حَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِا للهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Yang terhormat rektor institut keislamn abdullah faqih bpk.abdus salam. MM
Segenaprektorat  dekanat para dosen dan pegawai institut keislaman abdullah faqih
Yang berbahagia segenap mahasiswa civitas akademika institut keislaman abdullah faqih
Yang kami bangakan segenap kader kader da’I fakultas dakwah

Maha suci allah atas segala qudrot dan irodahnya, dengan segala kekuasaaNya dan kesempunaaNya, yang telah menciptakan segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi, segala sesuatu yang kasat mata maupun nyata, dan dzat yang telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang -pasang supaya kita dapat berfikir akan kebesaran dan kuasaNya. Dzat yang senantiasa memberikan  nikmatnya sehinga kita dapat berkumpul di ruangan ini dalam acara “ diskusi ilmiah mengenai : nikah sebagai solusi konkriet freesex dan HIV”. Dengan keadaan sehat wal afiat.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi muhammad SAW. Nabi dengan segala kejeniusanya sehinga tidak ada persoalan yang tidak selesaikan pada zamannya, nabi dengan segala dapat mengarungi kehidupan di dunia ini dengan tentram dengan segala syari’at yang dibawanya.
Segenap civitas akademika yang akan selalu haus akan keilmuan,  kami disini di minta oleh panitia untuk menjadi key note speaker dalam diskusi ini mengucapkan terima kasih kepada panitia khususnya. agaknya kurang tepat kami yang menyampaikan  karena yang didepan ini belum pengalaman.
Baiklah mengenahi pernikahan. Pernikahan memang bukan hal yang sembarangan, pernikahan bersifat sakral. dalam pandangan islam dan budaya indonesia ritual ritual yang bersifat intuitif dan mistis masih tetap dibudayakan dalam pernikahan hal ini yang menjadikan pernikahan diangap ssebagai kegiatan yang suci. pernikahan di indonesia walaupun telah banyak terjadi didalamnya akulturasi islam degan syariat syariat yang ada didalamnya yang tidak mengubah kredo kredo dalam ajaran islam hanya sebagai media dakwah kultural.
bukti dalil naqli atas perintah nikah ini telah jelas sebagaimana yang termaktup secara konkreat dalam surat An-nur ayat 32 :

وأنكحوا الأيمى منكم..............
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu,

Pernikahan sendiri merupakan teladan dari rosulullah yang varian hukumnya bermacam macam yang bersifat subyektif,  namun secara garis besar adalah sunnah sebagaimana hadist :


النكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فقد رغب عني

Yang artinya : Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !”(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
Dan juga dalam hadist :


اربع من سنن المرسلين الحياء والتعطر والنكاح والسواك

Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).

تَنَا كَحُوْا وَتَنَا سَلُوْ فَإِ نِى مُكَاثِرُ بِكُمُ اْلاُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“nikahlah kamu semua dan perbanyaklah keturunan sesungguhnya aku (nabi muhammad) akan  berlomba – lomba dalam jumlah umat kelak di hari kiamat”.

            Telah jelaslah perintah nikah dalam islam dan begitu dianjurkannya pernikahan ini dalam islam namun ironis sekali apabila kita menengok sekeliling kita tidak sedikit pemuda pemudi yang berlaku menyeleweng dari syariat islam bahkan dosa besar telah mereka asumsikan sebagai hal yang biasa terbukti kebiasaan berpacaran yang berakibat pada freesex dan berujung pada penyakit penyakit  mematikanyang paling populer  yaitu HIV ,sungguh menghawatirkan lantas bagaimana masa depan pemuda dimasa mendatang apakah pemuda masa depan adalah pemuda yang bodoh dalam hal keagamaan tak bermoral dan ugal ugalan dalam menentukan hidup lalu bagaimanakah negara ini dimasa akan datang sunguh terlalu ektrim bila difantasikan.
            Penjelasan atau peringatan akan hal ini sebetulnya telah terekam  dalam al-qur’an  yang artinya  janganlah sekali kali kamu sekalian  mendekati zina, mendekati saja kita dilarang apalagi berbuat atau bahkan membudayakan yang kini jelas jelas telah diaplikasikan dalam budaya barat, agaknya kita perlu waspada karena disadari atau tidak perilaku perilaku yang mengarah pada hal tersebut telah banyak kita temukan dengan berbagai media dan saran yang bervariasi.
            Tidak ada larangan dalam syri’at yang tidak ada hikmah baik  secara intrinsik atau ekstrinsik dan  telah jelaslah dampak yang terjadi dimasa ini, kerusakan moral, pemerkosaan, berpacaran , hamil diluar nikah  yang, freesex yang berujung pada penyakit-penyakit menular yang belum ada obatnya  yaitu HIV kesemunanya banyak dipelopori oleh pemuda pemudi kita, walaupun dalam hal ini pemerintah telah meberikan perhatian berupa pembagian kondom gratis sampai tes keprawanan merupakan solusi yang  ditawarkan, namun diyakini atau tidak hal tersebut kurang berarti karena toh masih banyak  terjadi kasus kasus.
            Mugkin tidak semua dampak ini terjadi dimasa pramenikah namun kenyataan berbicara bahwa pemuda ,yang notabenenya belum menikah lebih mudah terhanyut dalam hal ini bahkan hampir 54 persen penderita HIV tahun 2011b adalah pemuda pemudi dari seontaro indonesia terutama pulau jawa, Dalam rangka menangulangi hal tersebut islam telah mendeteksi akan dampak ini jauh hari sebelum terjadi sebagaimana hadist yang berbunyi:




“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)




 “Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
           
            Solusi menikah ini telah sangat jelas dan efisien walaupun tidak secara sempurna tergantung pada individu masing masing namun paling tidak dengan menikah generasi muda akan lebih terjaga dan lebih aman karena didalam menikah terdapat hak hak suami dan istri dalam menjalin kehidupan rumah tangga. Namun apabila belum mampu islam pun mempunyai solusi lain yitu berpuasa dengan berpuasa yang dalam arti secara terminology berarti menahan dan telah terbukti bahwasanya ketika orang berpuasa kecenderungan melakukan kemaksiatan berkurang dan menjadi perisai diri.
            Telaah kembali tentang hadist diatas  telah dirasa perlu karena berbagai kejadian dewasa ini solusi tersebut terlalu berat dan dianggap kurang efektif karena pernikahan meupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan bahkan lebih muda kawin, memutuskan untuk menikah apabila telah terlanjur dari diskusi semoga menemukan solusi yang lebih ampuh dari pada hanya penangulangan tapi lebih dari itu yaitu adalah pemberantasan bibitnya.
            Demikian yang dapat kami sampaikan perlu diingat tumbuhan akan pasti mati bila dicabut beserta akar akarnya .

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India